Pondok Kecil untuk Anakku
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Al-Quran akan datang pada hari kiamat, lalu dia berkata, “Ya Allah, berikan dia perhiasan.” Lalu Allah berikan seorang hafidz al-Quran mahkota kemuliaan. Al-Quran meminta lagi, “Ya Allah, tambahkan untuknya.” Lalu dia diberi pakaian perhiasan kemuliaan. Kemudian dia minta lagi, “Ya Allah, ridhai dia.” Allah-pun meridhainya. Lalu dikatakan kepada hafidz quran, “Bacalah dan naiklah, akan ditambahkan untukmu pahala dari setiap ayat yang kamu baca. (HR. Turmudzi 3164 dan beliau menilai Hasan shahih).
Seorang bapak yang berumur kisaran 50 tahun-an, tinggal disebuah rumah kecil bersama istri dan 5 anaknya. Tiga diantara anak beliau telah bergelut pada dunia hafalan, dan beliau sangat ingin menerjunkan ketiga anaknya menuju dunia nan lebih Islami, setelah kedua kakak mereka telah berkecimpung pada bidang umum. Suatu Ketika, ditengah pandemi covid-19, dua dari tiga anak penghafal Al-Qur'an ini pulang kerumah karena perintah dari pihak sekolah masing-masing.
Hari demi hari kian berlalu, setiap pagi dan sore sang ayah selalu melihat ketiga anaknya berada di luar rumah. Ada yang menghafal di bawah pohon yang berada di halaman depan, dan satunya lagi berada di teras belakang rumah. Sang ayah terus mengamati anak-anaknya dari hari ke hari. Entah apa yang sedang bapak itu fikirkan ketika melihat anak-anaknya.
Hingga suatu hari dari rumah bapak tersebut terdengarlah suara nan gaduh, dan beliau tampak sangat sibuk dengan beberapa kayu yang sedang dirakitnya. Bapak tersebut tengah membuat sebuah rumah kecil, dan hari demi hari rumah nan terbuat dari kayu itu pun berdiri dengan kokoh. Beliau adalah seorang arsitek yang memiliki tekhnik arsitektur yang berbeda dari arsitek pada umumnya.
Suatu hari, saudara perempuan istrinya berkunjung ke rumah mereka. Sembari istri dan kakak iparnya bercerita, terdengar suara bising dari belakang rumah.
“Dibelakang rumah ada apa? Kok berisik sekali?” sang adik pun menjawab dengan senyum, “Suamiku sedang membuat pondok kecil seperti gazebo (saung).” Bibi bertanya Kembali, “Loh, buat apa?” tanpa menjawabnya, sang istri dari pembuat rumah kayu itu pun mengajak saudaranya ikut ke belakang rumah.
“Lagi, buat apa?” tanya sang ipar kepada bapak yang tengah asyik dengan pekerjaannya.
"Aku lagi buat pondok kecil untuk anakku. Tempat untuk mereka hafalan tiap harinya, biar gak digigit nyamuk terus dibawah pohon” jawab bapak dengan wajah sumringah sekaligus tertawa bahagia.
“Oalahhh, kirain apa." Ujar sang ipar.
Anak ketiga mereka pun mendengar percakapan tersebut. Entah, perasaan apa yang muncul, yang pasti anak itu begitu bahagia ketika mendengarnya. Mereka tak sabar ingin segera mencoba pondok baru itu dan setiap hari bergelut dengan ayat Al-Qur'an di dalamnya.
Keesokan harinya di pagi yang begitu cerah, sang anak terus memperhatikan sang ayah yang sedang bekerja di belakang rumah. Sang anak tahu, ayahnya bukan sosok yang ingin dibantu, karena baginya ini adalah tugas seorang ayah. Sang anak pun hanya bisa memperhatikan ayahnya yang nampak sibuk dengan kayu-kayunya. Kemudian, bapak itu melirik anaknya sambil berkata, “Tak ada yang bisa bapak berikan untukmu nak, ini hanya sebuah hadiah kecil. Bapak hanya berharap kelak kalian memberikan sebuah mahkota pada bapak dan ibu nanti ketika di surga.”
Sontak saja, hati anak itu tercabik-cabik mendengarnya. Seorang anak yang tidak lain adalah aku dan kedua adikku. Apa yang lebih indah dari perjuangan mereka yang telah membesarkan anaknya hingga seperti ini? Hafalan yang kami miliki pun masih terkesan buruk. Seketika tanah tempatku berpijak berputar 180 derajat ketika mendengan perkataan bapak. Ingin diri ini menangis dan memeluknya, namun hanya satu hal yang bisa kulakukan dalam kondisi ini, yaitu berterimakasih padanya, "Terima kasih, pak.”
Tidak ada komentar