Header Ads

Memori Khilafah: Perjalanan Turki Utsmani ke OKI – Implikasi bagi Dunia Islam dan Indonesia


pict by : pexels


Turki Utsmani merupakan sebuah kekhalifahan Islam yang terakhir. Pada masa khilafah inilah kejayaan Islam berada di titik tertinggi, banyak sekali kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh Islam. Kekuatan Islam pada masa itu terpancar selama beberapa abad di belahan bumi Eropa bagian Timur. Perlu kalian ketahui bahwa Utsmani ini dibagi menjadi 2 masa, yakni masa kesultanan dan masa khilafah. 

Berdirinya kesultanan ini diproklamasikan oleh Utsman bin Ertugrul sekitar tahun 1299 M. Pada mulanya wilayah kekuasaan Turki Utsmani hanya sedikit saja, namun semakin hari para sultan semakin gencar untuk melakukan ekspansi wilayah. Pada masa kepemimpinan Utsman, dia berhasil mengepakkan sayap Islam di berbagai wilayah Eropa Timur, Asia Kecil, Asia Barat dan juga Afrika Utara. Setelah wafatnya Utsman, para sultan selanjutnya meneruskan keinginan para leluhur untuk mengepakkan sayap Islam. Sehingga mereka sangat bersemangat untuk menaklukkan kota-kota yang belum dikuasai.

Banyak sekali daerah terkenal yang ditaklukkan oleh para sultan Khilafah Utsmaniyyah, diantaranya yakni; Ankara, Gallipoli, wilayah Yunani bagian utara, Tunisia, Irak, Yaman, Hongaria, Yugoslavia, Hijaz dan masih banyak wilayah lainnya. Ada satu wilayah yang sangat diidamkan oleh para sultan, bahkan para sahabat nabi pun berlomba-lomba untuk menaklukkan wilayah tersebut karena sudah dijanjikan oleh Rasulullah. Adapun wilayah tersebut yakni Konstantinopel. Rasulullah ﷺ pernah bersabda pada sebuah hadits yang berbunyi: 

لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ

Inti arti dari sebuah hadits tersebut adalah Konstantinopel akan ditaklukkan oleh seorang pemimpin yang mana pemimpin tersebut adalah pemimpin terbaik, dan para pasukannya adalah pasukan perang terbaik. Yang meriwayatkan hadits ini adalah Imam Ahmad, Imam Bukhori dan Imam Thobroni. Adapun penakluk Konstantinopel adalah Sultan Muhammad Al-Fatih, puta dari Sultan Murad II, ditaklukkan pada tahun 1453 M.

Titik kejayaan khilafah Utsmaniyyah tidak hanya terletak pada wilayah kekuasaannya saja, namun banyak kemajuan lain yang diraih oleh kekhilafahan ini. Dimulai dari bidang militer yang bisa kita lihat dari hasil ekspansi wilayah-wilayah Islam dan juga sistem pemerintahan yang sangat baik dikarenakan mereka memegang teguh ajaran Islam. Kemudian tak lupa dengan bidang arsitektur, banyak sekali bangunan-bangunan masjid yang indah dan memiliki ciri khas berupa hiasan-hiasan keligrafi yang menjadikannya berbeda dari bangunan masjid lainnya. Tidak hanya masjid, ada banyak sekali bangunan lain yang dibangun pada masa itu seperti sekolah, rumah sakit, gedung, jembatan, vila, makam, saluran air dan pemandian umum. Adapun istana terkenal yang dibangun oleh arsitek Anatolia yakni Istana Topkali dan Harem yang terletak di Istanbul.

Bidang keagamaan pada masa khilafah Utsmaniyyah juga berkembang, pada saat itu fatwa ulama menjadi titik tumpu para kerajaan dan juga masyarakat. Maka dari itu adanya mufti yang merupakan pejabat urusan agama tertinggi memiliki tugas memberikan fatwa resmi terhadap permasalahan keagamaan yang dihadapi oleh masyarakat dan juga kerajaan. Bidang manajemen politik juga berkembang pada masa ini, mereka mengatur pemerintahan dan merekrut abdi negara berdasarkan undang-undang yang dibuat atau pada masa itu penyebutannya terkenal dengan nama Al-Qanun.

Sebagaimana layaknya kerajaan pada umumnya, sultan Turki Utsmani silih berganti. Dengan bergulirnya pemimpin, pasti ada sebuah kemajuan dan kemunduran dalam hasil pemerintahannya. Transisi kekuasaan membawa perubahan yang kompleks dan dampak yang sangat bervariasi tergantung pada kebijkan, kepemimpinan dan situasi pada saat itu.

Seiring berjalannya waktu para musuh kaum muslimin menginginkan khilafah hancur. Para tokoh Barat mencari cara supaya masyarakat di dunia ini lepas dari agama. Hal yang menjadi pondasi orang-orang Barat menginginkan hal tersebut karena mereka meraih kembali masa kejayaannya ketika mereka meninggalkan agama. Mereka menganggap bahwa agama membuat terbelenggu, agama membuat mereka tidak bisa bebas melakukan apa yang mereka inginkan. Orang-orang Barat pernah mengalami masa dimana gereja menjadi intuisi yang paling kuat. Pada saat itu, jika ada yang mengeluarkan pemikiran yang tidak sesuai dengan ajaran gereja akan mendapatkan hukuman yang mana titik terakhir hukumannya adalah orang tersebut dibunuh. Inilah yang mengakibatkan mereka tidak mempercayai agama lagi. Pada masa ini mereka menyebutnya dengan “The Dark Age” atau masa kegelapan. Puncaknya para cendekiawan memprovokasi para masyarakat dengan mengatakan “mengapa kalian mau diatur oleh raja kalian yang sama-sama manusia, hanya karena dia menganggap dirinya sebagai titisan Tuhan?” maka muncullah Renaissance.

Pada masa Renaissance ini muncul pemikiran Sekularisme supaya memisahkan antara politik dengan agama. Pada sistem politik mereka ubah menjadi sistem demokrasi yang mana dalam demokrasi ini kepemimpinan dipecah menjadi trias politika, supaya sistem kekuasaan tidak hanya dipegang oleh raja. Sedangkan dalam sistem ekonomi mereka ubah dengan kapitalisme. Ketika semua ideologi ini muncul maka akan menghasilkan imperialisme atau penjajahan. Dalam imperialisme ini ada 3 unsur yang menjadi pondasi mereka yakni gold, glory dan gospel. Ketiga unsur ini berkaitan, ketika orang-orang barat melakukan penjajahan mereka menguasai tanah, ekonomi dan agama.

Ketika orang-orang Barat sedang berada pada masa pembaruan, kekhilafahan Turki Utsmani mulai melemah. Pada masa itu muncul banyak permasalahan, bahasa Arab mulai ditinggalkan, padahal pusat ilmu dalam Islam berada di bahasa Arab karena semua ilmu Islam disampaikan dalam bahasa Arab. Ketika mereka mulai lengah terhadap ilmu-ilmu Islam, mereka dihadirkan dengan teknologi-teknologi dari Barat yang membuat mereka bingung, apakah boleh menggunakan teknologi tersebut? Akhirnya terjadinya perselisihan diantara mereka, sampai pada akhirnya munculnya pemahaman yang salah pada kaum muslim, salah satunya adalah ditutupnya pintu ijtihad sehingga tidak boleh ada ijtihad diantara mereka. Hal inilah yang membuat Islam menjadi jumud.

Disisi lain, ketika orang-orang Barat menganggap bahwa perang fisik sudah tidak ampuh maka mereka mulai meluncurkan ghazwul fikr. Jadi ada 2, yakni perang pemikiran dan juga perang imperialisme. Perang pemikiran berupa konsep ilmu filsafat yang mengacak-acak agama Islam, kemudian muncul pluralisme, sekularisme dan banyak pemikiran lain.

Ketika unsur-unsur Barat sudah mulai masuk ke dunia Islam dan diiringi dengan haus kekuasaan disitulah kekhilafahan hilang, berawal dari hilangnya wilayah-wilayah kekuasaan yang diambil oleh orang-orang Barat pada perang dunia 1. Pukulan terakhir khilafah Utsmaniyyah hancur yaitu pada masa Mustafa Kemal Ataturk, kemudian dia melakukan sekularisme besar-besaran yang bertahan hingga sampai saat ini. Dia menjadikan aya sofia sebagai museum, melarang penggunaan jilbab dan masih banyak larangan atau kebijakan yang diberikan oleh Ataturk. 

Runtuhnya Khilafah Utsmaniyyah mengakibatkan dampak yang sangat besar bagi kaum Muslimin. Umat Islam kehilangan simbol utama kesatuan dan kepemimpinan umat secara politik, penjajahan secara langsung maupun tidak langsung seperti ghazwul fikr, banyaknya konflik berkepanjangan di dunia Islam. Berbagai konflik yang dialami oleh umat muslim mengakibatkan Islam jumud, tidak ada suatu pembaharuan. Namun disisi lain umat Islam menjadi sadar akan pan-Islamisme sehingga menghasilkan gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam. 

Pergantian presiden Turki terus berlanjut hingga mencapai pada masa pemerintahan Presiden Erdogan yang memulai upaya untuk menyatukan kembali nila-nilai keislaman yang sempat terpinggirkan. Banyak sekali upaya yang dilakukan oleh Erdogan untuk membuat Turki kembali dengan nila-nilai Islam, diantaranya adalah dia mulai membangun masjid-masjid baru di seluruh Turki, mendukung penggunaan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, ikut berperan aktif dalam isu yang berkaitan dengan dunia Muslim dan masih banyak kegiatan lainnya. 

Erdogan juga turut berperan aktif dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). OKI adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh berbagai negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam. Banyak negara yang turut serta dalam organisasi ini karena memiliki tujuan saling bekerjasama dalam melindungi kepentingan dan keberhasilan umat Islam di seluruh dunia.

Erdogan menjalin hubungan yang erat dengan negara-negara anggota OKI. Di samping itu, dia juga sering menyuarakan betapa pentingnya solidaritas Muslim. Dia mengajak para pemimpin dunia Muslim untuk membantu krisis di Rohingya, dia pernah mengkritik secara keras terkait kebijakan Israel di Palestina dan menjadi pembicara ketika mengecam kebijakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terkait Yerusalem.

Organisasi Konferensi Islam dibentuk pada tahun 1969 M. Turki merupakan salah satu anggota pendiri Organisasi Konferensi Islam, begitu pula dengan negara Indonesia. Namun beberapa tahun sebelum organisasi ini disahkan, beberapa negara Islam pernah mengadakan konferensi yang membahas mengenai masalah yang dialami oleh kaum muslimin pada saat itu. Konferensi pertama diadakan di Istanbul yang dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid II dan dihadiri oleh beberapa negara dan wilayah yang mayoritas penduduknya Islam seperti persia, Mesir, India, Afghanistan, Kesultanan Aceh, Kesultanan Brunei dan beberapa wilayah lainnya. Konferensi inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Setelah Khilafah Utsmaniyyah runtuh, beberapa negara Islam melakukan kembali konferensi yang diadakan di Kairo pada tahun 1926 M. Latar belakang diadakan kembali karena adanya perubahan politik kemudian mencari cara untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama diantara mereka. Pada konferensi ini mereka mengupayakan untuk menyatukan kembali umat Islam. Lalu beberapa tahun setelahnya diadakan kembali konferensi-konferensi sebelum OKI didirikan. Adanya konferensi Islam ini merupakan salah satu upaya kaum muslimin pada masa itu untuk membangkitkan kembali sistem khilafah, namun terjadinya pro kontra yang mengakibatkan khilafah tidak bisa untuk didirikan kembali.

Hilangnya Khilafah Utsmaniyyah memiliki dampak yang signifikan terhadap beberapa dunia Islam, termasuk Indonesia. Dengan adanya negara-negara baru di Timur Tengah karena wilayah kekuasaan Utsmaniyyah terpecah belah, maka menghasilkan kemandirian politik di kalangan pemimpin Indonesia sehingga munculah gerakan nasionalisme. Beberapa cendekiawan memandang keruntuhan ini sebagai peringatan perlunya memperbaiki kepemimpinan sehingga masuklah ideologi Barat mengenai demokrasi. Kemudian beberapa tokoh Muslim mencari cara baru untuk menghadirkan da’wah pada sebuah politik seperti Muhammad Natsir, KH Hasyim Asy’ari, Haji Agus Salim, Buya Hamka, Prawoto Mangkusasmito, Amin Rais dan juga banyak tokoh lain yang ilmu dan tujuannya terus berlanjut hingga saat ini. Beberapa tokoh tersebut menganjurkan keterlibatan aktif negara dalam menegakkan nila-nilai Islam, sementara yang lain mungkin mempertahankan prinsip sekularisme. 


Sebagai umat Islam, hendaknya kita meningkatkan pemahaman tentang ajaran Islam dan memperkuat akidah. Di samping itu kita turut andil dalam kegiatan politik untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam. Kemudian bangun solidaritas dan kesatuan di antara umat Islam untuk mencapai tujuan bersama dalam menerapkan nila-nilai Islam dalam politik, sehingga Islam bangkit kembali.


(Fatimatuzzahra/Marwah)

Tidak ada komentar