Header Ads

Prank dalam Kacamata Islam

Prank dalam Kacamata Islam



Dewasa ini, banyak kita temukan berbagai macam jenis konten yang disajikan dalam media sosial, mulai dari hiburan hingga edukasi.

Ada satu jenis konten yang ramai dibicarakan belakangan ini, bahkan dilakoni oleh beberapa public figure di Tanah Air, yaitu prank.

Dikutip dari brainly.co.id, prank adalah sebuah tindakan yang dilakukan kepada seseorang atau kelompok lain dalam bentuk kelakar, canda, maupun olok-olok.

Pada dasarnya, tindakan prank dilakukan dengan kandungan humor atau unsur lucu. Namun, pada perkembangannya tidak sedikit tindakan prank yang dianggap melewati batas kewajaran, Oleh karena itu, seiring waktu tindakan prank semakin mendapat opini negatif dari masayrakat, terutama terhadap tindakan yang dianggap tidak lebih dari sekadar usil, tidak bermakna, atau bahkan mengganggu ketertiban masyarakat.

Salah satu kasus yang masih hangat dibicarakan ialah seorang youtuber yang membuat konten prank yang dianggap di luar batas kewajaran. Ia beserta teman-temannya memberikan sebuah kardus mie instan kepada para wariadi kawasan Bandung dengan dalih memberi bantuan di tengah pandemi ini, akan tetapi kardus tersebut hanya diisi sampah dan batu.

Hal ini menimbulkan kemarahan warganet, pada akhirnya, mereka berhasil diamankan oleh pihak yang berwajib.

Lalu, bagaimanakah Islam memandang fenomena prank ini?

Perlu diketahui bahwa bercanda diperbolehkan oleh syariat dengan beberapa syarat:

1. Tidak boleh membuat seseorang kaget dan takut.

Terdapat larangan untuk membuat kaget dan menakut-nakuti orang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا

“Tidak halal bagi seorang Muslim menakut-nakuti Muslim yang lain.” [HR Abu Dawud, shahih]

2. Bercanda seperti menipu, menakut-nakuti, membuat orang lain celaka dan sebagainya ini bisa jadi termasuk bercanda yang keterlaluan atau di luar batas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” [HR Abu Dawud, hasan]

Maksudnya mengambil barang dengan tujuan main-main, Syaikh Muhammad Al-Mubarakfuri berkata,

ﺃﻱ ﻳﺄﺧﺬ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻤﻼﻋﺒﺔ

“Yaitu mengambil barang untuk tujuan bermain-main saja.” [Tuhfatul Ahwadzi 2/316].

3. Tidak membuat seseorang kaget dan marah atau tidak ridha, karena tidak semua orang suka “dikerjai” atau dibuat malu.

4. Orang yang membuat permainan seperti ini dikhawatirkan akan keras hatinya karena terlalu sering tertawa, apalagi tertawa di atas kekagetan orang lain.

5. Masih banyak hiburan lain yang hukumnya mubah sebagai penghilang penat kita, tidak harus dengan melakukan prank.

Bisa jadi juga permainan prank ini sebagai ajang “mengerjai” orang lain lalu ditertawakan ramai-ramai bahkan menjadi olok-olokan. Hal telah Allah larang dalam Al-Qur’an,

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat: 11)

Maka, bercanda dalam Islam tentu diperbolehkan, akan tetapi kita harus memperhatikan bagaimana bercanda yang tidak menyalahi syariat dalam Islam. Wallahua'lam.

(Azmi Madaniyyah/MARWAH)

Tidak ada komentar