Header Ads

Berseri di Hari Raya

Berseri di Hari Raya



Dinukil dari pendapat Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc. bahwa, nilai hari raya dalam pandangan Islam bukanlah semata-mata rutinitas tahunan biasa. Hari raya menjadi sangat berarti karena ia sejatinya berkaitan dengan ibadah-ibadah penting di dalam Islam. Hari raya idul fitri dirayakan setelah kaum muslimin menunaikan ibadah shaum selama satu bulan penuh, rukun Islam keempat. 

Oleh karena itu, hari raya seharusnya dimaknai oleh kaum muslimin sebagai bentuk suka cita karena keutamaan dan karunia Allah, sublimasi dari kebahagiaan karena taat dan ibadah, rasa syukur yang seutuhnya karena takwa dan amal shaleh.

Berbahagia karena keutamaan dan karunia Allah adalah perintah Allah ‘azza wa jalla dalam Al Qur`an:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus [10]: 58)

Dengan begitu tampakkan kebahagiaan.
Dalam kitab al Badru al Tamam dikatakan, “Pada hadis tersebut terdapat isyarat yang menunjukkan dianjurkannya berbahagia, menampakkan kesemangatan pada dua hari raya.” (dinukil dari Syarh Umdah al Fiqh, 1/ 409)

Ibnu Hajar al ‘Asqalany berkata, “Dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa menampakkan kebahagiaan pada hari raya termasuk syi’ar agama.” (Fathul Baary 2/443 dinukil dari Syarh Umdah al Fiqh, 1/410)

Selanjutnya, sibukkan diri dengan kegiatan Sosial di Hari Raya. 

Bukti lain bahwa hari raya adalah hari kebahagiaan kaum muslimin adalah, pada setiap hari raya itu disyariatkan amal ibadah yang mengandung nilai sosial, disamping nilai ketaatan dan ketundukan kepada Allah sebagai tujuan utamanya. Tujuannya adalah, agar secara merata seluruh kaum muslimin dapat merasakan kebahagiaan, termasuk orang-orang yang tidak berkecukupan. Pada hari raya `iedul fithri disyariatkan zakat fithri, mengeluarkan harta dalam bentuk makanan kepada fakir miskin dengan ukuran yang telah ditentukan. 
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda tentang hikmah syariat zakat tersebut,

زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

“Zakat fithri (berfungsi) untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan buruk, dan untuk memberi makan kepada fakir miskin.” (HR Abu Dawud, dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam al Irwa no: 843)

Dan ingat, bersenang-senang bukan dengan cara bermaksiat. 

Walaupun pada hari raya dianjurkan untuk menampakkan kebahagiaan dan bersenang-senang, bukan berarti kemudian pada hari raya kaum muslimin bebas melakukan perbuatan apa saja. Bersenang-senang dan mengungkapkan kebahagiaan pada hari raya tetap harus berada pada koridor yang dibenarkan, bukan dengan perbuatan dan aktifitas maksiat.

Bermaksiat pada hari raya sama dengan menodai nilai hari raya itu sendiri. Karena sebagaimana yang telah lalu, bahwa kebahagiaan hari raya adalah kebahagiaan karena taat dan ibadah, karena besarnya karunia Allah atas kita dengan diberikannya kita kemampuan untuk menunaikan perintah-Nya.

Adapun cara menebar kebaikan Hari Raya di tengah pandemi seperti saat ini adalah dengan cara :
Pertama, Sambung silaturrahim melalui media sosial
Kedua, Berbagi dengan tetangga dan kerabat terdekat
Ketiga, Tersenyum dan berfikir positif
Keempat, Bersyukur

Wallahu a’lam, Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang berbahagia di dunia dan di akhirat. Aamin

(Novi Indi Ana/MARWAH) 

Tidak ada komentar